Pemberian grasi kepada koruptor Syaukani Hasan Rais perlu mendapat pertimbangan Mahkamah Agung. Diketahui, Syaukani menderita sakit cukup parah.
Hal ini diungkapkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Patrialis Akbar di Gedung DPD, Jakarta, Kamis (19/8). "Sudah tidak bisa bergerak. Matanya sudah tidak bisa melihat dan badannya sudah kaku," katanya
Patrialis menjelaskan prosedur pengajuan grasi. Pertama, yang bersangkutan mengajukan grasi melalui Pengadilan Negeri, lalu ke kirim ke MA. Setelah itu, MA memberi pertimbangan.
"Semestinya Syaukani itu sudah bebas bulan Maret lalu. Tapi baru sekarang pemerintah mendapat keputusan dari MA, ya pemerintah ikuti saja," kata Patrilis.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi kepada Syaukani. Sejak kemarin, ia resmi bebas.
"Status narapidana sudah dicoret sejak kemarin (18/8)," ujar Kalapas Cipinang I Wayan Sukerta, Kamis (19/8).
Syaukani juga sudah membayar uang Rp49,6 miliar lebih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini dilakukannya sebagai bagian dari putusan Peninjauan Kembali (PK) MA.
Uang tersebut merupakan pembayaran uang pengganti Rp49,367 miliar dan denda Rp250 juta, yang harus dibayar bupati terkaya di Indonesia tersebut. Pembayaran dilakukan secara menyicil, ke rekening Bendahara Khusus KPK di Bank BRI.
Syaukani divonis 6 tahun penjara pada tingkat kasasi dalam kasus korupsi dana APBD Kabupaten Kutai Kertanegara yang merugikan negara Rp103 miliar. Ia diberi ijin oleh Ditjen Kemasyarakatan Umum Kementerian Hukum dan HAM untuk keluar dari penjara.
Syaukani dikabarkan harus menjalani terapi akibat lupa ingatan. Terapi itu dilakukan dengan cara memulangkan Syaukani ke kampung halamannya untuk menempatkannya kembali di lingkungan yang dikenalnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar